Masa Pandemi Covid-19, Marak Pedagang Telur Dadakan
SOREANG – Semenjak Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), maraknya pedagang telur dadakan di pinggir jalan dengan menggunakan kendaraan roda empat dan membandrol harga murah.
Adanya pedagang dadakan dan menjual harga di bawah pasar, bisa mematikan para pedagang yang ada disetiap pasar. Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Popi Hopipah.
“Kami tidak akan membiarkan pedagang telur yang menjual telur dibawah harga pasaran. Meskipun telurnya masih bisa dikonsumsi, tetapi hal itu bisa mematikan pedagang telur dipasar,” ungkap Popi saat di wawancara, Kamis (18/6).
Berdasarkan konsultasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, lanjut Popi, telur yang dijual itu laik di konsumsi. Tetapi memang harganya lebih murah, yaitu sekitar Rp16 ribuan.
“Saya khawatirkan yaitu bisa menghancurkan harga telur dipasar, ya nanti pedagang pasar dong yang merugi. Insya alloh secara kesehatan dapat dipertanggung jawabkan, tapi itu menjatuhkan pasar. Disini kita bicara tentang etika dagang,” kata Popi.
Popi mengaku tidak mengetahui mengapa telur itu bisa dijual lebih murah dari harga pasar. Pasalnya, selama pandemi Covid 19 ini, bahwa dirinya konsentrasinya lebih ke penanganan Covid 19.
“Oleh karena itu, secepatnya kami akan berkoordinasi dan menggerakan UPTD untuk menindaklanjuti adanya penjualan telur dibawah harga pasar,” tegasnya.
Sementara itu ditemui ditempat terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran mengaku, bahwa pihaknya tak mengetahui asal para pedagang telur yang ada di jalan.
Namun, kata Tisna, dirinya memastikan bahwa telur itu bukan berasal dari Kabupaten Bandung. karena, dii Kabupaten Bandung tidak ada peternak yang orientasinya untuk Day Old Chicken (DOC) atau anak ayam.
“Itu adalah peternak besar dari luar wilayah. Itu termasuk liar, karena jualan bukannya dipasar. Untuk melakukan penindakan kewenangannya ada di Satpol PP,” kata Tisna.
Tisna menegaskan, pihaknya menduga telur yang dijual dijalan adalah telur yang sengaja tidak ditetaskan. Tetapi itu masih perlu dilakukan pengkajian. Menurutnya, peternakan utamanya yang berskala besar biasanya menghasilkan produk DOC.
“Dulu itu harga DOC murah, jadi ngapain ditetaskan, karena biaya produksi sampai DOC itu lebih mahal daripada harga jualnya. Tetapi itu hanya dugaan saya,” jelasnya.
Dia pun menerangkan, menurut sepengetahuannya, selama telurnya itu tidak retak, tidak kotor, kemudian jangka waktunya masih lama, secara gizi atau secara konsumsi telur tidak masalah dan tidak beracun. Memang terdapat aturan Permentan yang melarang penjualan telur itu, tetapi dilarang bukan karena aspek konsumsi melainkan karena bisa merusak harga dipasar
“Sehingga untuk di konsumsi telur itu aman. Namun semenjak Pandemi Covid-19 pedagang telur tiba-tiba datang dengan menjual harga murah, otomatis akan menghancurkan harga. Maka itulah alasan Permentan diterbitkan,” tandasnya. (Jul)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow