DPRD Kabupaten Bandung Merencanakan Payung Hukum Bagi Kaum Disabilitas

DPRD Kabupaten Bandung Merencanakan Payung Hukum Bagi Kaum Disabilitas

Smallest Font
Largest Font

LIRIKNEWS – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung tengah merancang payung hukum bagi kaum disabilitas. Rancangan peraturan daerah (Raperda) tersebut, sudah masuk dalam program pembentukan peraturan daerah (Propemperda) Kabupaten Bandung tahun 2023.

Hal tersebut dikatakan Ketua badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) Riki Ganesa, saat di konfirmasi melalui telephone seluler, Senin (2/1/2023).

Dikatakan Riki, guna melindungi para disabilitas terutama dalam pemenuhan haknya, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, maka DPRD Kabupaten Bandung memiliki inisiatif untuk merancang raperda.

“Raperda itu muncul didasari rasa keprihatinan, karena sarana dan prasarana yang ada di wilayah Kabupaten Bandung, khususnya di tempat-tempat wisata, belum ada keberpihakan pada para difabel atau disabilitas,” ungkap Riki.

Sehingga, lanjut Riki, dalam perda tersebut akan dimaksimalkan, bagaimana caranya kebijakan tersebut memerintahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung agar lebih pro pada warganya yang disabilitas.

“Saat ini, raperda sudah masuk dalam Propemperda 2023,” ujar Riki.

Riki juga mengaku, bahwa dalam setiap pembuatan perda, termasuk yang raperda disabilitas, akan kurang maksimal karena terbentuk penganggaran.

”Bukan dananya yang tidak ada, tetapi ada pakem dan tiap tahun aturannya, pedomannya berbeda-beda, itu yang jadi dilema,” kata Legislator Partai Golkar.

Selain itu, kata Riki, sesuai dengan kondisinya para penyandang disabilitas fisik, terbagi atas disabilitas fisik, penyandang disabiltas intelektual, mental, sosial dan atau Penyandang Disabilitas sensorik. Untuk penanganannya, Pemda wajib melakukan perencanaan dan mengevaluasi perlindungan serta pemenuhan haknya.

“Raperda disabilitas juga menegaskan, bahwa Pemkab Bandung harus bekerja sama dengan BUMD atau pihak ketiga lainnya untuk memberikan Konsesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.

”Namun, dalam raperda itu dijelaskan, Pemda wajib memberikan insentif, pada pihak ke tiga yang sudah memberi konsesi pada penyandang disabilitas,” sambungnya.

Dari segi pendidikan, ungkap Riki, kaum disabilitas tidak menerima haknya secara maksimal, bahkan tidak menutup kemungkinan, banyak kaum disabilitas yang belum mengenyam pendidikan secara layak. Sebab kenyataan yang ada, sarana pendidikan belum sepadan dengan populasinya.

“Sekolah luar biasa (SLB) di Kabupaten Bandung baru beberapa sekolah saja, padahal idealnya tiap kecamatan memiliki satu SLB. Akibat kondisi seperti itu, banyak anak-anak berkebutuhan khsusus tidak pernah bersekolah, terutama bagi para kaum difabel yang tinggal di daerah terpencil,” jelasnya.

Sehingga, lanjut Riki, dengan kondisi itu akan berubah setelah perda disabilitas disahkan. Sebab dalam aturan daerah itu ada pasal yang mewajibkan Pemda, menyediakan aksesibilitas dan akomodasi layak di lembaga penyelenggara pendidikan, mulai dari pendidikan usia dini hingga level perguruan tinggi.

Selain itu, ungkapnya, Pemda harus menyediakan affirmasi (kebijakan khusus) dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Selain itu bagi penyandang disabilitas intelektual, tidak diperbolehkan dimintakan test IQ, pelaksanaan pendidikan termasuk kurikulum.

“Raperda itu juga menegaskan, sekolah tidak boleh mengeluarkan siswa disabilitas atau yang mengalami disabilitas dan membutuhkan pengobatan, perawatan serta rehabilitasi,” pungkasnya. (Yul)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow