CIMENYAN – Setiap tanggal 19 November seluruh penduduk dunia diingatkan untuk memperhatikan masalah toilet. Pasalnya menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, kesadaran hidup sehat penduduk bumi, terutama di negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia masih rendah.
Inem atau Indonesia Empathize, sebuah komunias gerakan perempuan yang berada di bawah Yayasan Odesa Indonesia menganggap penting seruan PBB yang ditetapkan sejak tahun 2013 tersebut.
“Kami akan aksi untuk mendorong kaum perempuan berpartisipasi dalam gerakan sanitasi. Kita tahu di Jawa Barat ini banyak sekali keadaan rumah tangga dengan sanitasi buruk. Di Cimenyan Kabupaten Bandung, kami banyak menemukan keluarga pra-sejahtera yang buruk sanitasi. Itu berbahaya bagi kesehatan, terutama anak-anak petani desa,” Kata Pembina Gerakan Indonesia Empathize, Nina Danny Natawidjaja, pada Sabtu, 31 Oktober 2020.
Menurut istri Geolog LIPI Danny Hilman Natawidjaja itu, lanjut Nina, pembangunan sarana Toilet sangat penting dilakukan di desa-desa karena akses air bersih dan tempat Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) masih jauh dari kelayakan.
Tetapi menurutnya, masalah sanitasi bukan sekadar insfrastruktur, melainkan juga melibatkan perilaku hidup sehingga selain membangun sarana infrastruktur, diperlukan edukasi.
“Teman-teman di Yayasan Odesa Indonesia sepanjang tiga tahun terakhir sudah membangun 27 sarana Toilet umum untuk warga kampung perbukitan Cimenyan Kabupaten Bandung. Bapak-bapak pengurus dan petani yang membangun. Kita kaum perempuan mengambil tugas untuk edukasi hidup sehat. Kalau sering didatangi dan diajak bicara, kebersihan mereka akan meningkat,” terang Nina.
Lebih lanjut lagi Nina menjelaskan, pada peringatan hari Toilet Dunia 19 November nanti komunitas Inem (Indonesia Empathize) akan mengajak kaum hawa dari perkotaan, terutama mahasiswi untuk masuk ke salahsatu kampung yang sedang dibangun toiletnya. Di sana, ucapnya, nanti akan ada aksi bakti sosial berbagi sabun, sikat gigi, odol, juga pakaian kepada 200 keluarga pra-sejahtera. Mengapa demikian?
“Kita tahu sekalipun keadaan miskin, urusan sabun sebenarnya sudah berjalan. Tetapi bagi kami yang mengenal dekat kehidupan warga, sumbangan ini bermakna simbolis agar mereka lebih serius memperhatikan kebersihan. Nanti kita akan edukasi cara yang komunikatif agar warga tidak lagi berak sembarangan,” jelasnya
Aksi sosial semacam ini menurut Nina sekadar berderma, apalagi hura-hura. Nina mengajak warga kota masuk ke desa sebagai cara belajar memahami kehidupan warga yang hidupnya berada di bawah garis kemiskinan. Dengan mengenal mereka secara dekat, pembelajaran untuk lebih berempati akan tumbuh.
“Mari teman-teman perempuan, kita bersolidaritas bersama. Masuk desa memahami persoalan yang nyata dari kehidupan yang berbeda. Ada banyak hikmah di sana,” pesan Nina. (Ris/Jul)